I.
ANALISA UU ITE
UU ITE datang membuat situs porno bergoyang dan sebagian
bahkan menghilang? Banyak situs porno alias situs lendir ketakutan dengan denda
1 miliar rupiah karena melanggar pasal 27 ayat 1 tentang muatan yang melanggar
kesusilaan. Padahal sebenarnya UU ITE (Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik) tidak hanya membahas situs porno atau masalah
asusila. Total ada 13 Bab dan 54 Pasal yang mengupas secara mendetail bagaimana
aturan hidup di dunia maya dan transaksi yang terjadi didalamnya. Apakah UU ITE
sudah lengkap dan jelas? Ternyata ada beberapa masalah yang terlewat dan juga
ada yang belum tersebut secara lugas didalamnya. Ini adalah materi yang saya
angkat di Seminar dan Sosialisasi Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik yang diadakan oleh BEM Fasilkom Universitas
Indonesia tanggal 24 April 2008. Saya berbicara dari sisi praktisi dan
akademisi, sedangkan di sisi lain ada pak Edmon Makarim yang berbicara dari
sudut pandang hukum. Tertarik? Klik lanjutan tulisan ini. Oh ya, jangan lupa
materi lengkap plus UU ITE dalam bentuk PDF bisa didownload di akhir tulisan
ini.
CYBERCRIME DAN CYBERLAW
UU ITE dipersepsikan sebagai cyberlaw di Indonesia, yang
diharapkan bisa mengatur segala urusan dunia Internet (siber), termasuk
didalamnya memberi punishment terhadap pelaku cybercrime. Nah kalau memang
benar cyberlaw, perlu kita diskusikan apakah kupasan cybercrime sudah semua
terlingkupi? Di berbagai literatur, cybercrime dideteksi dari dua sudut
pandang:
- Kejahatan yang
Menggunakan Teknologi Informasi Sebagai Fasilitas: Pembajakan,
Pornografi, Pemalsuan/Pencurian Kartu Kredit, Penipuan Lewat Email (Fraud),
Email Spam, Perjudian Online, Pencurian Account Internet, Terorisme, Isu
Sara, Situs Yang Menyesatkan, dsb.
- Kejahatan yang
Menjadikan Sistem Teknologi Informasi Sebagai Sasaran: Pencurian Data
Pribadi, Pembuatan/Penyebaran Virus Komputer, Pembobolan/Pembajakan Situs,
Cyberwar, Denial of Service (DOS), Kejahatan Berhubungan Dengan Nama
Domain, dsb.
Cybercrime
menjadi isu yang menarik dan kadang menyulitkan karena:
- Kegiatan dunia cyber
tidak dibatasi oleh teritorial negara
- Kegiatan dunia cyber
relatif tidak berwujud
- Sulitnya pembuktian
karena data elektronik relatif mudah untuk diubah, disadap, dipalsukan dan
dikirimkan ke seluruh belahan dunia dalam hitungan detik
- Pelanggaran hak cipta
dimungkinkan secara teknologi
- Sudah tidak memungkinkan
lagi menggunakan hukum konvensional. Analogi masalahnya adalah mirip
dengan kekagetan hukum konvensional dan aparat ketika awal mula terjadi
pencurian listrik. Barang bukti yang dicuripun tidak memungkinkan dibawah
ke ruang sidang. Demikian dengan apabila ada kejahatan dunia maya,
pencurian bandwidth, dsb
Contoh
gampangnya rumitnya cybercrime dan cyberlaw:
- Seorang warga negara
Indonesia yang berada di Australia melakukan cracking sebuah server web
yang berada di Amerika, yang ternyata pemilik server adalah orang China
dan tinggal di China. Hukum mana yang dipakai untuk mengadili si pelaku?
- Seorang mahasiswa
Indonesia di Jepang, mengembangkan aplikasi tukar menukar file dan data
elektronik secara online. Seseorang tanpa identitas meletakkan software
bajakan dan video porno di server dimana aplikasi di install. Siapa yang
bersalah? Dan siapa yang harus diadili?
- Seorang mahasiswa
Indonesia di Jepang, meng-crack account dan password seluruh professor di
sebuah fakultas. Menyimpannya dalam sebuah direktori publik, mengganti
kepemilikan direktori dan file menjadi milik orang lain. Darimana
polisi harus bergerak?
INDONESIA DAN CYBERCRIME
Paling tidak masalah cybercrime di Indonesia yang sempat
saya catat adalah sebagai berikut:
- Indonesia meskipun
dengan penetrasi Internet yang rendah (8%), memiliki prestasi menakjubkan
dalam cyberfraud terutama pencurian kartu kredit (carding). Menduduki
urutan 2 setelah Ukraina (ClearCommerce)
- Indonesia menduduki
peringkat 4 masalah pembajakan software setelah China, Vietnam, dan
Ukraina (International Data Corp)
- Beberapa cracker
Indonesia tertangkap di luar negeri, singapore, jepang, amerika, dsb
- Beberapa kelompok
cracker Indonesia ter-record cukup aktif di situs zone-h.org dalam
kegiatan pembobolan (deface) situs
- Kejahatan dunia cyber
hingga pertengahan 2006 mencapai 27.804 kasus (APJII)
- Sejak tahun 2003 hingga
kini, angka kerugian akibat kejahatan kartu kredit mencapai Rp 30 milyar
per tahun (AKKI)
- Layanan e-commerce di
luar negeri banyak yang memblok IP dan credit card Indonesia. Meskipun
alhamdulillah, sejak era tahun 2007 akhir, mulai banyak layanan termasuk
payment gateway semacam PayPal yang sudah mengizinkan pendaftaran dari
Indonesia dan dengan credit card Indonesia
Indonesia menjadi tampak tertinggal dan sedikit terkucilkan
di dunia internasional, karena negara lain misalnya Malaysia, Singapore dan
Amerika sudah sejak 10 tahun yang lalu mengembangkan dan menyempurnakan
Cyberlaw yang mereka miliki. Malaysia punya Computer Crime Act (Akta Kejahatan
Komputer) 1997, Communication and Multimedia Act (Akta Komunikasi dan
Multimedia) 1998, dan Digital Signature Act (Akta Tandatangan Digital) 1997.
Singapore juga sudah punya The Electronic Act (Akta Elektronik) 1998,
Electronic Communication Privacy Act (Akta Privasi Komunikasi Elektronik) 1996.
Amerika intens untuk memerangi child pornography dengan: US Child Online
Protection Act (COPA), US Child Pornography Protection Act, US Child Internet
Protection Act (CIPA), US New Laws and Rulemaking.
Jadi kesimpulannya, cyberlaw adalah kebutuhan kita bersama.
Cyberlaw akan menyelamatkan kepentingan nasional, pebisnis Internet, para
akademisi dan masyarakat secara umum, sehingga harus kita dukung. Nah
masalahnya adalah apakah UU ITE ini sudah mewakili alias layak untuk disebut
sebagai sebuah cyberlaw? Kita analisa dulu sebenarnya apa isi UU ITE itu.
MUATAN UU ITE
Secara umum, bisa kita simpulkan bahwa UU ITE boleh disebut
sebuah cyberlaw karena muatan dan cakupannya luas membahas pengaturan di dunia
maya, meskipun di beberapa sisi ada yang belum terlalu lugas dan juga ada yang
sedikit terlewat. Muatan UU ITE kalau saya rangkumkan adalah sebagai berikut:
- Tanda tangan elektronik
memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional (tinta
basah dan bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN Framework Guidelines
(pengakuan tanda tangan digital lintas batas)
- Alat bukti elektronik
diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP
- UU ITE berlaku untuk
setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah
Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia
- Pengaturan Nama domain
dan Hak Kekayaan Intelektual
- Perbuatan yang dilarang
(cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
- Pasal 27 (Asusila,
Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
- Pasal 28 (Berita Bohong
dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan)
- Pasal 29 (Ancaman
Kekerasan dan Menakut-nakuti)
- Pasal 30 (Akses
Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)
- Pasal 31 (Penyadapan,
Perubahan, Penghilangan Informasi)
- Pasal 32 (Pemindahan,
Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)
- Pasal 33 (Virus?,
Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS?))
- Pasal 35 (Menjadikan
Seolah Dokumen Otentik(phising?))
PASAL KRUSIAL
Pasal yang boleh disebut krusial dan sering dikritik adalah
Pasal 27-29, wa bil khusus Pasal 27 pasal 3 tentang muatan pencemaran nama
baik. Terlihat jelas bahwa Pasal tentang penghinaan, pencemaran, berita
kebencian, permusuhan, ancaman dan menakut-nakuti ini cukup mendominasi di
daftar perbuatan yang dilarang menurut UU ITE. Bahkan sampai melewatkan
masalah spamming, yang sebenarnya termasuk masalah vital dan sangat mengganggu
di transaksi elektronik. Pasal 27 ayat 3 ini yang juga dipermasalahkan juga
oleh Dewan Pers bahkan mengajukan judicial review ke mahkamah konstitusi. Perlu
dicatat bahwa sebagian pasal karet (pencemaran, penyebaran kebencian,
penghinaan, dsb) di KUHP sudah dianulir oleh Mahkamah Konstitusi.
Para Blogger patut khawatir karena selama ini dunia blogging
mengedepankan asas keterbukaan informasi dan kebebasan diskusi. Kita semua
tentu tidak berharap bahwa seorang blogger harus didenda 1 miliar rupiah karena
mempublish posting berupa komplain terhadap suatu perusahaan yang memberikan
layanan buruk, atau posting yang meluruskan pernyataan seorang “pakar” yang
salah konsep atau kurang valid dalam pengambilan data. Kekhawatiran ini semakin
bertambah karena pernyataan dari seorang staff ahli depkominfo bahwa UU ITE ditujukan untuk blogger dan
bukan untuk pers. Pernyataan ini bahkan keluar setelah pak
Nuh menyatakan bahwa blogger is a part of depkominfo family.
Padahal sudah jelas bahwa UU ITE ditujukan untuk setiap orang.
YANG TERLEWAT DAN PERLU PERSIAPAN DARI UU ITE
Beberapa yang masih terlewat, kurang lugas dan perlu
didetailkan dengan peraturan dalam tingkat lebih rendah dari UU ITE (Peraturan
Menteri, dsb) adalah masalah:
- Spamming, baik untuk
email spamming maupun masalah penjualan data pribadi oleh perbankan,
asuransi, dsb
- Virus dan worm komputer
(masih implisit di Pasal 33), terutama untuk pengembangan dan
penyebarannya
- Kemudian juga tentang
kesiapan aparat dalam implementasi UU ITE. Amerika, China dan Singapore
melengkapi implementasi cyberlaw dengan kesiapan aparat. Child Pornography
di Amerika bahkan diberantas dengan memberi jebakan ke para pedofili dan
pengembang situs porno anak-anak
- Terakhir ada yang cukup
mengganggu, yaitu pada bagian penjelasan UU ITE kok persis plek alias copy
paste dari bab I buku karya Prof. Dr. Ahmad Ramli, SH, MH berjudul
Cyberlaw dan HAKI dalam Sistem Hukum Indonesia. Kalaupun pak Ahmad Ramli
ikut menjadi staf ahli penyusun UU ITE tersebut, seharusnya janganlah
terus langsung copy paste buku bab 1 untuk bagian Penjelasan UU ITE,
karena nanti yang tanda tangan adalah Presiden Republik Indonesia.
Mudah-mudahan yang terakhir ini bisa direvisi dengan cepat. Mahasiswa saja
dilarang copas apalagi dosen hehehehe
KESIMPULAN
UU ITE adalah cyberlaw-nya Indonesia, kedudukannya sangat
penting untuk mendukung lancarnya kegiatan para pebisnis Internet, melindungi
akademisi, masyarakat dan mengangkat citra Indonesia di level internasional.
Cakupan UU ITE luas (bahkan terlalu luas?), mungkin perlu peraturan di bawah UU
ITE yang mengatur hal-hal lebih mendetail (peraturan mentri, dsb). UU ITE masih
perlu perbaikan, ditingkatkan kelugasannya sehingga tidak ada pasal karet yang
bisa dimanfaatkan untuk kegiatan yang tidak produktif
II.
UU
NO. 19 TENTANG HAK CIPTA
BAB
I : KETENTUAN UMUM
Pasal 1 , ayat 8 :
Program Komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk
bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media
yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk
melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk
persiapan dalam merancang instruksi-instruksi tersebut.
BAB II : LINGKUP HAK CIPTA
Pasal 2, ayat 2 :
Pencipta atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan Program Komputer
memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa
persetujuannya menyewakan Ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat
komersial.
Pasal 12, ayat 1 :
Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang
ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:
a. buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang
diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
Pasal 15 :
Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak dianggap
sebagai pelanggaran Hak Cipta:
a. Penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan
suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta;
b. Perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan
cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga
ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang nonkomersial
semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;
c. Pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program
Komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
BAB III : MASA BERLAKU HAK CIPTA
Pasal 30:
(1) Hak Cipta atas Ciptaan:
a. Program Komputer;
b. sinematografi;
c. fotografi;
d. database; dan
e. karya hasil pengalihwujudan,
berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.
Ciptaan yang dapat dilindungi
Ciptaan yang dilindungi hak cipta di Indonesia dapat mencakup misalnya buku,
program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang
diterbitkan,ceramah, kuliah, pidato, alat peraga yang dibuat untuk kepentingan
pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks,
drama,drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, pantomim, seni rupa dalam
segala bentuk (seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni
pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan), arsitektur, peta, seni batik
(dan karya tradisional lainnya seperti seni songket dan seni ikat), fotografi,
sinematografi, dan tidak termasuk desain industri (yang dilindungi sebagai
kekayaan intelektual tersendiri). Ciptaan hasil pengalihwujudan seperti
terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai (misalnya buku yang berisi kumpulan
karya tulis, himpunan lagu yang direkam dalam satu media, serta komposisi
berbagai karya tari pilihan), dan database dilindungi sebagai ciptaan
tersendiri tanpa mengurangi hak cipta atas ciptaan asli (UU 19/2002 pasal 12).
Pendaftaran
Hak Cipta di Indonesia
Di Indonesia, pendaftaran ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi pencipta
atau pemegang hak cipta, dan timbulnya perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak
ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pendaftaran. Namun demikian,
surat pendaftaran ciptaan dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di
[[pengadilan]] apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan.
Sesuai yang diatur pada bab IV Undang-undang Hak Cipta, pendaftaran hak cipta
diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI),
yang kini berada di bawah [Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia]]. Pencipta
atau pemilik hak cipta dapat mendaftarkan langsung ciptaannya maupun melalui
konsultan HKI. Permohonan pendaftaran hak cipta dikenakan biaya (UU 19/2002
pasal 37 ayat 2). Penjelasan prosedur dan formulir pendaftaran hak cipta dapat
diperoleh di kantor maupun [http://www.dgip.go.id/article/archive/9/ situs web]
Ditjen HKI. “Daftar Umum Ciptaan” yang mencatat ciptaan-ciptaan terdaftar
dikelola oleh Ditjen HKI dan dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai
biaya.
Sumber:
1. http://romisatriawahono.net/2008/04/24/analisa-uu-ite/
2. http://monstajam.blogspot.com/2013/05/undang-undang-no19-tahun-2002-tentang.html