Rabu, 02 Mei 2012

Dosa-dosa Pemerintah RI Terhadap Warga Perbatasan, Krayan, Nunukan, Kaltim

Berikut saya akan berikan 6 tulisan yang saya buat ketika masih menjadi reporter di Kaltim Post - Jawa Pos Group. Semoga bisa menambah wawasan dan membuat hati kita tergerak untuk segera membangun perbatasan. (1) Harga Kebutuhan Pokok Bergantung Cuaca Sudah banyak cerita sedih diumbar warga Kecamatan Krayan Induk, Kabupaten Nunukan, sejak bangsa ini merdeka tahun 1945. Sudah banyak pejabat kabupaten, provinsi, hingga pusat silih berganti berkunjung. Namun pembangunan tidak juga dilakukan. Kalaupun ada, terkesan seadanya. Di Kaltim terdapat 3 kabupaten yang berbatasan langsung dengan Malaysia. Ketiganya adalah Malinau, Nunukan, dan Kutai Barat atau disingkat Manukubar. Dari ketiganya, terdapat 15 kecamatan yang langsung berbatasan dengan Malaysia. Ironisnya, dari ke-15 kecamatan itu, terdapat beberapa kecamatan yang benar-benar tertinggal dan terisolir. Di antaranya adalah Krayan Induk dan Krayan Selatan, dua wilayah yang masuk Kabupaten Nunukan. Lebih ironis lagi, kedua daerah itu benar-benar masih bergantung pada negara tetangga kita untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Pasalnya, di daerah ini belum ada jalan darat dan hanya bisa ditempuh melalui transportasi udara. Untuk datang ke kedua wilayah ini, biaya yang dikeluarkan tidak sedikit. Rp 700 ribu untuk sekali penerbangan tanpa subsidi. Jika disubsidi, biaya yang dikeluarkan menjadi Rp 230 ribu dari Tarakan dan Rp 280 ribu dari Nunukan. Maskapai penerbangan yang melayani rute ini, yakni Susi Air. Ada juga MAF (Mission Aviation Fellowship) yang sesekali melakukan penerbangan dengan misi keagamaannya. Ada pula Sabang Merauke Air Charter (SMAC) yang kini sudah tidak beroperasi sejak terjatuhnya pesawat ini di hutan Kampe Gunung Kijang, Kepulauaan Riau. Sehingga, maskapai yang rutin mendatangi wilayah ini hanya Susi Air yang rata-rata dikemudikan warga negara asing (WNA) setiap hari Selasa, Kamis, dan Sabtu. Ribuan warga Krayan benar-benar bergantung keahlian sang pilot. Sebab, penerbangan ke Krayan sangat bergantung pada cuaca yang nyaris tak menentu. Jika berkabut, penerbangan akan dibatalkan. Akibat belum tembusnya jalan darat ini, maka hampir 90 persen kebutuhan hidup ribuan warga Krayan diambil dari Malaysia. Itupun tergantung kebaikan para penjaga perbatasan negara yang mengaku saudara serumpun ini. “Kalau yang jaga perbatasan tentara dari Semenanjung, maka warga harus siap-siap membatasi barang bawaan. Seperti kejadian beberapa waktu lalu, setiap orang hanya dibatasi membawa 1 kilo gula,” tutur Kepala Adat Krayan Darat, Yagung Bangau. Perjalanan dari Krayan menuju perbatasan juga tidak mudah. Jarak 15 kilometer harus mereka tempuh untuk mencapai garis perbatasan dengan menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat. Jika hujan, mereka berjalan kaki. Jauhnya jarak yang harus ditempuh dengan kondisi jalan tanah dan cuaca yang tak menentu, membuat harga barang kebutuhan pokok mengalami kenaikan hingga beberapa kali lipat dari harga awal. Seperti harga minyak tanah yang mencapai Rp 22 ribu per liter, premium dijual Rp 40 ribu per liter, daging ayam dijual Rp 65 ribu per kilogram. Harga semen pun bisa mencapai Rp 600 ribu per sak. Semua harga itu adalah harga jika jalan dapat ditempuh dengan kendaraan. Jika hujan, maka harga akan merangkak naik lagi. Bisa dibayangkan betapa berat beban hidup yang harus ditanggung warga Krayan. Apalagi ribuan warga hanya mengandalkan pertanian sebagai mata pencaharian mereka. Selain garam gunung yang mereka hasilkan. Tapi sebanyak-banyaknya hasil yang diperoleh, tetap saja masih sangat kurang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Seorang warga Krayan, Mes Kanter (35), yang berprofesi sebagai sopir, kepada media ini mengatakan, warga Krayan sudah bosan dan muak dengan kunjungan para pejabat, karena tak berdampak pada kehidupan mereka. “Seakan-akan kami ini hanya subyek untuk dikunjungi. Kalau pemerintah benar-benar peduli, seharusnya jalan tembus ke Malinau sudah jadi sejak dulu. Tapi sampai sekarang, kami tetap saja beli barang kebutuhan pokok ke Malaysia,” tegas pria yang memiliki mobil jenis Hiline dan bernomor polisi Malaysia ini. (http://akbarciptanto.wordpress.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar